Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang memiliki posisi sangat strategis dibandingkan faktor-faktor pembangunan lainnya seperti, Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Kapital (SDK), serta Sumber Daya Buatan (SDB) karena manusia yang merencanakan, mengolah, menggunakan, menikmati, bahkan merusak atau menyalahgunakan ketiga faktor di atas. Semua pembiayaan bagi SDM juga tidak haynya dianggap sebagai labour cost, tetapi sebagai nilai investasi (human investment), yang akan menghasilkan nilai tambah berlipat ganda jika diperoleh dengan baik dan benar. Stagnasi atau bahkan kegagalan pencapaian sasaran pembangunan dimanapun, lebih disebabkan kegagalan dalam memposisikan peran dan fungsi SDM secara tepat dan maksimal.
Setiap Negara di dunia saat ini, selain berlomba-lomba mempersiapkan masyarakatnya menjadi SDM yang kompeten, juga telah mendefinisikan bahkan mempersyaratkan agar kompetensi menjadi prasayarat utama boleh tidaknya seseorang dengan profesi tertentu bekerja di lingkungan Negara terkait. Hal ini perlu diwaspadai mengingat walaupun agenda globalisasi dunia maupun regional nampak "membebaskan" atau memberikan peluang bagi setiap manusia untuk dapat bekerja di wilayah Negara mana saja, namun disisi lain diberlakukan persyaratan standar kompetensi atau sertifikasi yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin bekerja di Negara terkait. Pemerintah Indonesia harus segera berbenah untuk menghadapi tantangan tersebut dengan menciptakan tenaga kerja yang kompeten, profesional dan produktif.
Di Indonesia sendiri sistem dan kebijakan sertifikasi kompetensi profesi, ditujukan untuk meningkatkan kulaitas sumber daya manusia pada berbagai status, seperti mereka yang sedang mengikuti dan lulus pendidikan formal dan pendidikan kejuruan, mereka yang mengikuti pendidikan dalam masyarakat (community education) yang jumlahnya sangat besar dimana mereka umumnya bekerja di sektor informal atau bekerja mandiri, mereka yang sedang bekerja di industri karena kompetensinya yang rendah tidak mampu mendapatkan fasilitas kerja layak (decent work), mereka yang sedang mencari pekerjaan di dalam negeri maupun untuk bekerja di luar negeri, keluaran/lulusan Pelatihan Kerja.
Sertifikasi Kompetensi dan Lembaga Sertifikasi
Definisi Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikasi kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan atau Internasional. Dengan memiliki sertifikat kompetensi maka seseorang akan mendapatkan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi kerja yang dikuasainya.
Saat ini banyak sertifikasi dibangun hanya berdasarkan niat baik, tetapi belum dibangun dengan kesisteman dan kompeten yang mampu tertelusur. Untuk memastikan dan memelihara kompetensi diperlukan sistem sertifikasi yang kredibel. Sertifikasi bertujuan untuk membantu secara formal para profesi, industri atau organisasi untuk memastikan dan memelihara kompetensi para tenaga kerja yang kompeten, serta membantu meyakinkan kliennya bahwa industri menggunakan tenaga yang kompeten.
Melalui amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja. Pembentukan BNSP merupakan bagaian integral dari pengembangan paradigma lama yang berjalan selama ini, sistem penyiapan tenaga kerja dalam format paradigma baru terdapat dua prinsip yang menjadi dasarnya: pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan atas kebutuhan pengguna (deman driven); dan kedua, proses diklat sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training/CBT).
Sebagai otoritas pelaksana sertifikasi profesi, BNSP memiliki tugas melaksanakan sertifikasi kompetensi dan fungsinya sebagai berikut, yaitu:
1. Fungsi Regulatif, yaitu dengan membuat berbagai kebijakan berupa pedoman, panduan tentang pelaksanaan sertifikasi kompetensi.
2. Fungsi Pemberdayaan, yaitu mendorong berbagai pihak yang terkait dalam penggunaan dan pengembangan ketenagakerjaan, untuk mendorong, melaksanakan, mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi kerja di sektor dan wilayah kerja masing-masing.
3. Fungsi Pelayanan Teknis, yaitu melaksanakan proses sertifikasi kompetensi kerja, menunjuk dan memberi lisensi bagi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), membina dan mengembangkan perangkat sistem sertifikasi kompetensi.
4. Fungsi Pengendalian, yaitu memastikan bahwa seluruh sistem, proses, skema dan mekanisme sertifikasi kompetensi baik yang dilaksanakan oleh BNSP maupun melalui LSP, berjalan sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan.
LSP merupakan kepanjangan tangan dari BNSP yang memiliki tugas melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing, proses pendelegasian wewenang sertifikasi profesi dari BNSP kepada LSP dilakukan melalui proses akreditasi, proses pemberian lisensi terhadap LSP oleh BNSP ini mengadopsi kepada Standard ISO 17024. Dalam hal tenaga kerja ingin mendapatkan pengakuan terhadap bidang kompetensi yang dimilikinya, maka tenaga kerja tersebut dapat mengajukan proses uji kompetensi melalui LSP yang sesuai dengan bidang profesinya. Proses uji kompetensi dilakukan oleh seorang Asesor Kompetensi yang dilaksanakan pada tempat uji kompetensi (TUK).
Uji Kompetensi dilakukan melalui proses penilaian (assesment) baik teknis maupun non teknis melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan apakah seseorang telah kompeten atau belum kompeten pada skema setifikasi tertentu. Uji kompetensi bersifat terbuka, tanpa diskriminasi dan diselenggarakan secara transparan. Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam uji kompetensi adalah valid, reliable, flexsible, adil, efektif dan efisien, berpusat pada peserta uji kompetensi dan memenuhi syarat keselamatan kerja.
Sertifikasi kompetensi berkaitan dengan kompetensi terkini daripada pencapaian masa lalu, dan yang perlu ditekankan bahwa lembaga yang dapat menentukan seseorang bekerja atau tidak adalah industri. BNSP bersama dengan LSP berada pada posisi membantu industri untuk meyakinkan pihak pelanggannya bahwa mereka menggunakan tenaga kompeten.
Dalam ruang lingkup tugasnya, BNSP mengembangkan sejumlah misi yang telah dicanangkan, dimana salah satunya terkait usaha untuk mempercepat pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja di seluruh sektor industri di tanah air, seperti manufaktur, pariwisata, konstruksi, kesehatan, perbankan, keuangan, perdagangan, distribusi, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, perhubungan, pertambangan, jasa-jasa dan lain senbagainya. Untuk mencapai misi tersebut, BNSP bahu membahu bersama Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang dibentuk oleh Asosiasi Industri, Asosiasi Profesi, Lembaga Pemerintah, Lembaga Pendidikan, Industri, di beri lisensi oleh BNSP untuk melaksanakan fungsi sertifikasi kompetensi, dengan mendapat pengawasan dan pengendalian dari BNSP.
Dengan landasan filosofis untuk menjamin dan memastikan bahwa kapasitas tenaga kerja Indonesia telah memiliki kompetensi yang memadai seseuai standar kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, setelah melalui proses uji kompetensi yang kredibel, terukur dan tertelusur sehingga memperoleh pengakuan dari berbagai kalangan baik nasional maupun internasional. Dalam perjalanannya banyak hambatan yang dihadapi oleh BNSP secara kelembagaan diantaranya yaitu, masih rendahnya tingkat pengetahuan dan bahkan kekeliruan pemahaman berbagai pihak kepentingan tentang eksistensi BNSP, serta tujuan dan manfaat sistem sertifikasi kompetensi, baik untuk kepentingan individu tenaga kerja, kepentingan organisasi pengguna tenaga kerja, pembangunan bangsa dan negara, serta manfaatnya bagi masyarakat secara keseluruhan dan masih rendahnya tingkat pengakuan dari pihak industri terhadap sertifikasi yang telah dimiliki tenaga kerja, sehingga sertifikat yang dimiliki belum memiliki dampak positif sebagaimana yang diharapkan.
Selama 8 (delapan) tahun ini, organisasi BNSP memiliki pertumbuhan yang amat cepat, terlihat dari sangat progresifnya jumlah permintaan lisensi, pelayanan informasi yang meningkat, meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tersertifikasi serta banyaknya jumlah masyarakat yang semakin paham akan sertifikasi kompetensi dan sebagainya. Sampai dengan bulan Desember Tahun 2013 saat ini BNSP telah mengeluarkan sebanyak 113 lisensi kepada LSP dari berbagai bidang profesi serta terdapat 52 calon LSP yang sedang dalam proses menuju lisensi, ditambah dengan pengajuan sejumlah SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) diseluruh Indonesia untuk menjadi LSP Pihak pertama yaitu sebanyak 288 SMK, serta jumlah tenaga kerja yang telah disertifikasi sebanyak 1.966.078 orang.
Penerapan dan Percepatan Sertifikasi Kompetensi
Penerapan sertifikasi dilandasi dengan tuntutan prioritas dari pemangku kepentingan yakni industri, asosiasi profesi, kelembagaan pendidikan, kelembagaan pelatihan, program-program pembangunan pemerintah (MP3EI, MP3KI, pengembangan kewirausahaan) serta tuntutan harmonisasi antar negara mitra bisnis. Sebagai prioritas target dari program-program tersebut adalah difokuskan tenaga kerja muda pada umumnya dan khususnya penanggung usia muda dengan mengidentifikasi komposisi tingkat pendidikan. Dengan beberapa variabel proiritas di atas maka beberapa langkah penerapan dilakukan dalam kesisteman sertifikasi profesi yang mampu tertelusur terhadap standard dan regulasi nasional dan internasional
Terdapat 3 (tiga) jenis penerapan sertifikasi kompetensi yaitu;
1. Penerapan Wajib Sertifikasi
2. Penerapan Disarankan Sertifikasi (advisory)
3. Penerapan Sukarela (voluntary).
Penerapan Wajib pada sertifikasi kompetensi dilakukan oleh otoritas kompeten sesuai bidang teknisnya. Sesuai dengan regulasi perdagangan jasa antar negara (WTO= World Trade and Services) terutama GATS yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994, maka penerapan wajib sertifikasi harus mengacu pada perjanjian ini. Penerapan wajib sertifikasi kompetensi didasarkan pada hal-hal yang berkaitan dengan safety, security, dan atau mempunyai potensi dispute besar dimasyarakat, dan seharusnya dinotifikasi ke WTO, karena berlaku tidak hanya kepada tenaga Indonesia, tetapi juga tenaga asing yang masuk ke Indonesia. Beberapa bidang sertifikasi yang telah diterapkan wajib pada saat ini adalah: pariwisata, manajemen risiko perbankan, pengawasan kehutanan, penyuluhan pertanian, tatalaksana rumah tangga, penyuluh perikanan, inspektor keamanan pangan dan penyuluh keamanan pangan.
Penerapan Disarankan, ditujukan untuk program-program percepatan pembangunan, dalam program ini pemerintah memberikan insentif apabila masyarakat turut berpartisipasi dalam program sertifikasi ini, seperti bantuan sertifikasi, bantuan pengembangan kelembagaan dan sebagainya. Beberapa program dalam kerangka ini adalah yang terkait dengan program MP3KI dan MP3EI. Kemudian Penerapan Sukarela, yang dilakukan sepenuhnya inisiasi dari masyarakat baik industri maupun masyarakat profesi. Bentuk skema atau paket sertifikasi pada umumnya klaster dan individual unit kompetensi untuk segera dimanfaatkan oleh industri jenis ini adalah yang paling banyak dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.
Dalam rangka menghadapi ASEAN Economy Community pada tahun 2015, siap atau tidak perubahan tuntutan dunia usaha dan industri dikawasan ASEAN akan terjadi, aliran deras perpindahan SDM dari satu tempat ke tempat lainnya berdasarkan hukum supply dan demand. Ribuan bahkan jutaan pekerja akan berbondong-bondong mengadu nasib di berbagai negara yang membutuhkan kehadiran mereka. Hal ini akan menuju pada terbentuknya sebuah "Labour Market" atau pasar kerja yang penuh dengan persaingan ketat. Indonesia tidak hanya ingin menjadi pasar bagi pekerja asing yang akan membanjiri dunia ketenagakerjaan dalam negeri, sedangkan angkatan tenaga kerja Indonesia masih banyak yang menganggur serta untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar negeri yang akan masuk ke Indonesia, sudah menjadi keharusan bahwa kemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus semakin ditingkatkan baik secara formal maupun informal dan diberikan jaminan atas kompetensinya, dalam hal ini BNSP sebagai otoritas penyelenggara sertifikasi kompetensi di Indonesia yang akan menjadi "penjaga akhir" dalam memastikan kompetensi tenaga kerja. Selain manfaat yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa apabila seluruh kementerian dan lembaga serta seluruh pemangku kepentingan turut serta berkomitmen dan mendorong penerapan sertifikasi kompetensi secara menyeluruh maka sistem ini dapat menjadi salah satu "barrier" bagi para tenaga kerja asing yang akan "menyerbu" Indonesia.
17
Aug